Minggu, 26 April 2009

Bulan April = Bulan Sastra + Hari Bumi


Bulan April, adakah sesuatu hal yang penting sehingga membuatku menulis seperti ini? Jawabannya:
“Ya iya donkz, masa ya iya lah, buah aja kedondonkz bukan kedonlah”.
Tanpa kita sadari, bulan April tahun 2009 kali ini lebih terasa mak nyos ketimbang bulan–bulan April lainnya, kenapa? Kok gitu sich? Ya karena bagi para politisi tahun 2009 ini kan ada pemilu, jadi setidaknya ada kesempatan untuk berkuasa selama lima tahun mendatang -ya kalau menang tentunya. Itu kan kalau menang, kalau kalah? Efek domino yang ditimbulkan bisa beraneka ragam macam dan rupa, mulai dari kecewa (KALAU YANG INI PASTI), stress bahkan mungkin sampai bosdet -alias “menempuh hidup baru” dalam kedamaian, tak lain dan tak bukan adalah mati. Enough, cukup, sudah, sampe di sini saja ngomongin politik, muak aku mendengar, membicarakan, dan memikirkannya.
Bagi siswa sekolah, akhir bulan ini adalah bulan yang menentukan masa depan, nama baik, mental dll. Kok gitu sich?
“YA ELAH PAKE KATA-KATA INI LAGI, GAK KREATIF BANGET YA?”
What can I do?Apa boleh buat. Di bulan April ini ada ujian nasional yang menjadi klimaks tak mengenakkan bagi siswa, kenapa? Karena hasil sekolah selama tiga tahun hanya ditentukan dalam waktu dua jam, sungguh menyedihkan dan mengerikan. Ditambah lagi tahun ini siswa SMK mendapat “kado tambahan”, pelajaran produktif di ujian nasional. Ajie gileeee.
Selain kedua hal tersebut di atas, masih ada dua yang lain lagi. Kali ini, yang mendapat urutan ketiga adalah bulan sastra. Sastrawan-sastrawan besar, bahkan mungkin (BUKAN MUNGKIN TAPI KENYATAAN) terbesar dari yang pernah lahir di bumi Indonesia, yang meninggal pada bulan ini, dia adalah Pramoedya Ananta Toer. Tapi, kenapa juga tanggal 30 April ? Coba kalau tanggal 28 April?
“WAH BISA GEGER DUNIA PERJAGATAN SASTRA TANAH AIR”
“Kok gitu sich?”
“WAH LU BENER BENER NGGAK BISA DIATUR, MUNCUL LAGI MUNCUL LAGI, BENER-BENER NGGAK KREATIF”
Karena pada tanggal 28 April ini, “binatang paling jalang” yang pernah dimiliki Indonesia melakukan tidur panjangnya dengan pulas. Tapi sepertinya dewa berkehendak lain dengan berbaik hati memberikan bonus dua hari. Yang berikutnya adalah R.A Kartini, sosok perempuan berpikiran maju yang dengan lantang membela kaum perempuan untuk bisa berdiri sejajar dengan dengan kaum pria. Siapa coba yang nggak kenal sama dia, dari Sabang sampai Merauke, pasti kenal namanya, bahkan di dunia internasional pun namanya harum. The last one, alias yang terakhir, adalah Chairil Anwar, seperti yang sudah saya sungging sebelumnya, (EH MAKSUDNYA SINGGUNG SEBELUMNYA), ia adalah seorang penyair pelopor angkatan 45 yang tetap setia pada profesinya sampai Grimm (dari yang pernah kubaca, adalah nama depan dari malaikat pencabut nyawa) menjemputnya. Jadi ingat sama puisinya yang sangat terkenal, yang berjudul “Aku”

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang,
menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari,
Berlari

Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

“SUMPAH BOSS, WAKTU AKU NULIS PUISI TADI, AKU NGGAK BACA, TAPI ADA YANG KURANG SATU BARIS, SAMA SALAH NULIS AKHIRNYA YA AKU NURUN JUGA TAPI CUMA DIKIT KOK”.
Itulah puisi yang kumaksudkan tadi, pertama kali aku mendengarkannya dari seorang guru bahasa Indonesia. Dia membacakannya di depan kelas, dan ketika aku mendengarkannya, betapa kurasakan rangkaian kata katanya yang penuh dengan perjuangan. Selain itu ada juga sajak berjudul “Nisan” yang berbunyi:
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka mahatuan bertahta

Tahun ini adalah 60 tahun setelah kematiannya dan juga 89 tahun sejak kelahirannya, itu berarti masih kurang 919 tahun lagi menuju seribu tahun, tapi aku yakin namanya akan tetap abadi.

Sampai juga deru dingin
Aku berbenah dalam kamar
Dalam diriku jika kau datang
Dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu

Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku diam dan sendiri
Cerita dan peristiwa berlalu beku

Hal penting di bulan ini (yang baru kuketahui sore ini) adalah hari bumi. Seperti kita ketahui pemanasan global sedang menerjang kita. Itu semua tak lain dan tak bukan karena apa yang telah kita lakukan selama ini. Sudah sepatutnya kita sebagai manusia (kalau mau disebut demikian tentunya) mengintrospeksi diri kita sendiri untuk mencegah pemanasan global. Dan yang paling penting dari semua itu adalah, mulailah melakukannya dari sekarang, tapi jangan omdo alias omong doank, bahasa gaulnya NATO, No Action, Talk Only.


Blora, 22 April 2009
19:09

Indonesia "Kecanduan"


Indonesia sebuah Negara yang subur dan makmur (kayaknya enggak deh) dengan iklm tropis yang cocok untuk berbagai macam tumbuhan. Negara yang kaya dengan SDA (tapi miskin SDM) yang melimpah ruah tanpa batas. Sebuah bangsa yang pernah begitu disegani di dunia internasional, bahkan pernah menjadi rebutan negara-negara maju yang berpengaruh.
Cukup sampai di sini pujian untuk negara yang paling kucintai ini.
 Tapi itukan dulu, sejarah tinggallah kenangan terindah (kalau memang indah) masa lalu. Kalau kita membayangkan kejayaan masa lalu, kita semua akan terbentuk pada utopia kenyataan Negara ini, ya apa boleh buat. Bagaimana tidak? Mulai dari lubang semut sampai lubang gua, dari rakyat jelata sampai penguasa hampir tidak ada bedanya. Saat ini Indonesia (menurut saya) sudah menjadi semacam “kecanduan”. Hal ini bisa kita sadari, tapi mungkin saja kita tak menyadarinya, tetapi justru menganggap hal itu sebagai sesuatu yang essential. Bahkan jika kita tidak mengenalnya kita justru dianggap sebagai orang yang kolot, gaptek dan segala macam. Padahal jika kita cermati “binatang-binatang canggih” tersebut sudah berubah fungsi penggunaannya, dari yang tadinya untuk memenuhi kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan tersier, bahkan tak berguna sama sekali. Bisa kita lihat secara kasat mata di kehidupan kita sekarang, anak-anak SD, bahkan TK sudah dikenalkan dengan “binatang binatang” ini. Orang tua mereka takut kalau kalau nanti anak mereka tidak bergaul dengan “binatang” ini nanti disebut …., ya seperti yang sudah saya jelaskan tadi. Betapa sungguh menyedihkan, ketika melihat semua “binatang” itu adalah kreasi negara lain, padahal apa kurangnya kita coba, SDA, kurang apa? SDM orang-orang kita tidak kalah dengan negara lain, terbukti anak-anak Indonesia bisa memenangkan bebagai kejuaraan yang ada di dunia internasional seperti, Olimpiade. Kurang apa lagi? Huh, praktis semua syarat untuk menjadi negara maju terpenuhi sudah. Apakah karena tidak adanya dukungan penuh dari pemerintah? Tidak adanya modal, keterbatasan dana ? Entahlah.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk nomor tiga di dunia, kita sepatutnya “ngaca” pada China dan India. Seperti kita ketahui sekarang China adalah Negara yang sedang berkembang dengan sangat pesat sehingga memberikan ancaman yang serius bagi Jepang. Pun demikian halnya dengan India. Kedua negara ini sedang berlomba-lomba untuk menguasai pangsa pasar internasional. Terbukti dengan harga barang yang mereka tawarkan di pasaran dengan harga yang sangat murah, jauh lebih murah dari yang ditawarkan oleh para “pemain-pemain lama”. Sedikit demi sedikit mulai merebut pangsa pasar sebelumnya. Sedangkan Indonesia? Boro boro bersaing, membuat barang yang sedang digandrungi saja belum bisa, ngomongnya made in Indonesia, padahal dalamnya produk China yang “di-Indonesia-kan”. Sungguh menyedihkan. Apa kurangnya kita hah? Menurutku semua prasyarat telah kita penuhi. Tiap tahun kita malah tidak hanya meng-eksport SDA yang melimpah ruah tetapi juga meng-eksport SDM yang sama melimpah ruahnya (tapi perlu dicatat di sini dalam hal TKI). SDM kita pun terbukti tidak kalah dengan SDM luar, masih mau bukti? Para pembaca mungkin sudah sering melihatnya di layar televisi atau membacanya di koran, jadi tak perlu kusebutkan. Rakyat Indonesia saat ini bukan saja sudah tidak suka terhadap produk dalam negeri, bahkan mungkin mereka sudah “alergi”. Mereka lebih bangga menggunakan produk luar negeri. Mereka berlomba-lomba untuk menggunakan barang barang baru yang harganya mahal dan dengan sendirinya “memamerkan” kekayaannya tersebut. Mereka tak peduli dari mana datangnya uang untuk membelinya, yang penting barang tersebut harus ada. Selain itu semakin mahal, bagus, baru, mewah, dkk, semakin bangga dirinya, merasa dirinya orang kaya, orang penting padahal pada kenyataannya barang tersebut tidak begitu mereka butuhkan, sehingga yang ada adalah mereka menggunakannya untuk hal-hal yang tidak penting sama sekali. Ketika datang saatnya pembagian BLT, huh, mereka kaing kaing minta jatah. Sungguh mnyedihkan. Bagaimana tidak, semakin aku memikirkan hal ini, aku merasa bahwa bangsa ini sudah sedemikian hancurnya peradaban kita, peradaban yang (katanya) maju tapi bukannya membuat kehidupan mereka lebih baik (walaupun kelihatannya lebih baik) tetapi justru malah memisahkan mereka.
Kembali ke topik, di masa krisis ekonomi global seperti sekarang ini, sudah sepatutnya kesempatan ini kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di saat Negara Jepang pertumbuhan ekonominya negatif, AS kocar kacir, kita seharusnya jeli melihat peluang pasar dan memanfaatkannya sebaik mungkin untuk menjadikan Indonesia dapat berdiri sepantasnya di antara negara-negara maju lainnya, akhir kata wassalam.

Blora, 1 Mei 2009
19:08