Senin, 19 Januari 2009

Sebuah Kenangan

Kedatanganmu tak pernah kuduga
Tanpa kuasa harus kuterima
Telah kau semai benih kasih sayang
Di lahan hatiku yang gersang

Bagai hujan di musim kemarau
Air turun membasahi hati yang galau

Walau bibirmu tak pernah berkata
Namun hatimu sudah banyak berbicara
Matamu mengatakan semuanya

Cendawan cinta telah kau tumbuhkan
Di hatiku yang kering kerontang
Dengan air kesucian dan ketulusan
Tapi kini kau kembali menghilang

Mengapa hujan tak pernah selalu turun
membanjiri “Bumi Manusia”
Dengan lautan asmara tiada tara
Kau pergi tanpa sempat berkata
Meninggalkanku seorang diri merana

Ketiadaanmu begitu sekejap mata
Seperti halnya kedatanganmu
Dan kebersamaan kita berdua
Di masa yang telah lalu

Tapi kau telah mengisi
kekosongan hatiku
Dan tiada akan pernah
kulupakan dirimu

Blora, 19 Januari 2009
02:03
Kubuat untuk mengenang orang yang pernah singgah di hatiku

Membaca Pram


Komentar untuk buku Bumi Manusia
Kalau banyak orang menilai Ayat – Ayat Cinta (yang katanya bisa membuat hati gerimis), merupakan novel yang luar biasa maka saya harus mengkuadratkannya setelah saya membaca novel “ Bumi Manusia “. Tidak hanya membuat saya terharu dengan cerita, Pram juga menitipkan kepada kita kata-kata bijak melalui tokoh-tokoh yang luar biasa dengan karakter-karakter yang natural (tidak seperti sinetron-sinetron sekarang ini).
Komentar untuk buku Anak Semua Bangsa
Novel kedua tetralogi pulau Buru Anak Semua Bangsa tidak kalah mengharukannya dengan Bumi Manusia. Disisipi dengan cerita dari “orang – orang yang melawan” dengan sekuat tenaga menghadapi ketidakadilan (termasuk tokoh utama itu sendiri) walaupun pada akhirnya “ kalah “ di satu sisi, tapi di sisi lain ia adalah “pemenang”.
Komentar untuk buku Jejak Langkah
Novel ini lebih seperti diary yang dikembangkan kembali menjadi cerita. Berbeda dengan Bumi Manusia dan  Anak Semua Bangsa yang mengandung lebih banyak insur imajinatif –mungkin karena tidak banyak catatan mengenai TAS-, tetapi masih disisipi dengan percintaan tokoh utamanya.
Komentar untuk buku Rumah Kaca
Pengalihan sudut pandangdalam novel Rumah Kaca  menggambarkan sepada kita jalan pikiran pengamat kegiatan pribumi terpelajar di dalam rumah kaca-nya, terhadap apa yang dilakukan pleh penghuninya.
Komentar untuk buku Bukan Pasar Malam
Pram menulis roman Bukan Pasar Malam dengan penuh perasaan terhadap sosok ayahandanya. Di satu sisi ia membenci ayahnya, di lain sisi ia menyayanginya, ia marah tapi ia juga kasihan, ia hinakan ayahnya tapi ia juga menghormatinya, ia kecewa tapi ia juga bangga terhadap ayahnya, tidak hanya perasaanya terhadap ayahandanya juga terhadap adik-adiknya.
Komentar untuk buku Larasati
Pram menggambarkan sosok Larasati sebagai seorang generasi muda yang kritis terhadap generasi tua yang bobrok, yang korup, mau enak sendiri, berkhianat demi sesuap nasi dan selembar pakaian, tidak memiliki pendirian, di samping itu secara tak langsung ia berpesan kepada kita bahwa yang mampu melakukan perubahan adalah generasi muda bukanlah generasi tua.
Komentar untuk buku Jalan Raya Pos Jalan Daendels
Dalam buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, Pram menggambarkan kekejaman seorang Daendels untuk membuat jalan sejauh 1000 KM, dari Anyer sampai Panarukan ditambah pula dengan pengalaman penulis sendiri di kota yang bersangkutan.
Komentar untuk buku Cerita Dari Blora
Menceritakan tentang kehidupan masa kecil penulis, Cerita Dari Blora benar-benar membuat saya sangat tertarik dengan ceritanya. Pram menulis dengan sudut pandang seorang anak umur lima tahun perihal kehidupan dan lingkunagn disekitarnya.

Blora, 19 Januari 2009
01:26
Kubuat untuk bahan buku 1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa