Selasa, 10 Februari 2009

Agent 007


007, Tahukah anda makna yang terdapat di balik angka tersebut. Di dalam kehidupan dan dunia sepak bola angka tersebut merupakan angka keberuntungan. Nomor sepuluh merupakan angka sakral dalam dunia sepak bola, dan nomor tiga belas adalah angka sial. Tapi, itu kan cuma takhayul dan Michael Ballack tidak mempercayai takhayul. Jadi ia mencoba mematahkannya dengan menggunakan nomor tersebut. Tidak hanya di klub, tetapi juga di timnas, buktinya? Di klub yang pernah dibelanya, belum pernah sekali pun ia menjadi juara Liga Champions, karena selalu gagal di partai terakhir. Pun demikian halnya dengan di timnas, baik di Euro maupun di Piala Dunia, ia selalu gagal di partai final. Kesimpulannya bisa anda petik sendiri.
Kembali ke 007, ada sebuah film yang diangkat dari novel karya Ian Flemming (kalau tidak salah). Dalam film tersebut pemeran utamanya adalah seorang agent dengan kode 007. Dalam salah satu filmnya yang berjudul The World Is Not Enough, pimpinan dari agent tersebut pernah berbicara dalam salah satu scene, yang kalimatnya kurang lebih begini:

"Aku telah kehilangan agent terbaik yang pernah kumiliki, walaupun aku tidak pernah mengatakannya secara langsung kepadanya", (karena pada saat itu agent tersebut dikira tewas dalam sebuah ledakan).

Tapi bukan 007 namanya kalau tewas, terus nanti yang jadi pemeran utama yang mengalahkan musuhnya siapa donk? Entah kebetulan, entah takdir atau entah apapun juga itu namanya, bagiku sama saja tidak ada bedanya, 007 adalah nomor tahanan yang digunakan oleh Pramoedya Ananta Toer sewaktu ia berada di pulau Buru. Bagiku banyak kesamaan yang dimiliki oleh kedua tokoh ini. Mereka sama-sama terbaik dalam bidang mereka masing masing, mereka pun juga memiliki "kelainan", ya mungkin itu adalah "efek samping" dari kelebihan mereka masing masing. Pramoedya Ananta Toer seperti kita tahu, ia adalah penulis terbesar dan terhebat yang pernah dimiliki oleh Indonesia (ini menurutku loh, kalau anda tidak sependapat, terserah anda) walaupun aku tak pernah mengatakannya secara langsung kepadanya (karena aku baru "benar-benar" mengenalnya setelah ia pergi meninggalkan Bumi Manusia alias come back). Sebagai rasa kagumku padanya, baru-baru ini aku membuat sebuah puisi tentang Pram yang kuberi judul Untitled (loh kok judulnya dalam bahasa Indonesia artinya belum ada judul?). Selain itu, aku juga sempat membuat puisi tentang tetralogi pulau Buru (anak rohaninya). Mungkin aku memang tidak seperti Pram, tapi aku mencoba untuk menjadi "sebesar" dirinya, dan untuk "mengejar" dirinya memang bukanlah suatu perkara mudah, tapi kita harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita, kalaupun tidak tercapai setidaknya: buatlah sesuatu yang berarti sebelum kau mati, bukankah begitu kata Pram?


Blora, 10 Februari 2009

1000 Hari Meninggalnya Pram Dalam Kata Dan Sketsa


Peringatan puncak acara 1000 hari meninggalnya Pramoedya Ananta Toer yang diberi judul "1000 Wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa" yang digelar pada tanggal 1-7 Februari 2009 berlangsung ramai. Acara tersebut ditutup dengan pagelaran wayang kulit yang di dalangi oleh Tristuti Rahmadi dengan lakon Begawan Ciptaning. Sebelum wayang dipentaskan diadakan peluncuran buku 1000 Wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa oleh lebih kurang 65 penulis terbitan Lentera Dipantara yang diwakilkan oleh Astutik Ananta Toer dan sebuah buku yang berjudul Bersama Mas Pram karya Koesalah Soebagyo Toer dan Soesilo Toer (yang merupakan adik ke 5 dan adik ke 6 dari Pramoedya Ananta Toer) terbitan KPG yang diwakili oleh Chandra Gautama. Setelah peluncuran buku secara simbolik tersebut, diadakan penyerahan buku kepada para teman-teman Pram seperti Djoko Pekik (yang juga menyumbangkan sebuah lukisan), Soelistyo (teman Pram sewaktu kecil), selain itu juga diberikan kepada para tokoh kota Blora ataupun orang yang dianggap berjasa terhadap kota Blora di antaranya adalah Bupati Blora Yudhi Sancoyo, Romo Kurdo, Gatot Pranoto pimpinan museum Mahameru, Eko Arifianto (koordinator acara 1000 wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa) dll.
Dalam acara yang dimeriahkan oleh kurang lebih 50 komunitas dari berbagai daerah tersebut dipamerkan berbagai macam lukisan. Ada karya-karya siswa SD Jetis 2 Blora, SMAN 1 Blora, SDN Tempelan dan para seniman lainnya dari luar daerah. Di samping itu, diadakan juga diskusi antar komunitas, pemutaran film, festival musik, pentas karawitan dll. Namun sayangnya dalam acara yang tak dihadiri oleh bupati Blora tersebut, drama yang sedianya akan dimainkan oleh kawan-kawan dari SMAN 1 Randublatung tidak jadi dilaksanakan, dengan alasan diancam oleh diknas setempat. Mereka diancam tidak akan lulus ujian jika mereka nekad mementaskan drama tersebut. Saya sungguh sangat kecewa mendensgar hal itu. Coba bayangkan, hanya untuk memeriahkan 1000 hari meninggalnya orang yang telah berjasa terhadap Blora saja dilarang, padahal bupati pun mengirimkan utusannya sebagai perwakilan untuk menghormati Pramoedya Ananta Toer atas jasa-jasanya. Jadi, apakah sekarang sudah berani “melawan” bupati? Bahkan mungkin presiden? Apalagi di jaman seperti sekarang ini kok masih ada yang namanya pelarangan? Sungguh, sungguh kecewa saya terhadap Diknas setempat yang telang melarang kawan-kawan tersebut. 


Blora, 10 Februari 2009
00:56