Hari ini aku mendapati amplop tak
terduga di dalam tasku. Ada salah seorang teman yang mengatakan itu adalah
“surat kampanye” untuk memilih salah “seekor” calon. Dari partai mana? I don’t care and I never mind about it.
Setelah ada yang membukanya, ternyata memang benar, amplop tersebut berisi
“surat dinas” perihal ucapan terima kasih “berlabel” Majelis Pendidikan Dasar
Dan Menengah Pimpinan Cabang Muhammadiyah Blora, bertanda tangan M. Zamura.
Isinya tak lain dan tak bukan adalah ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya
atas pemberian shodaqoh dengan
mencontreng gambar: BP.KH.Drs.Marpuji. Satu lagi isi amplop itu adalah surat
suara pemilu anggota DPD provinsi Jateng, bergambar 30 calon, yang 29 calon
tanpa gambar wajah dan ada satu calon yang bergambar (dia adalah Marpuji). Hal
ini kuketahui setelah kubaca isi surat tersebut di rumah, sebelumnya amplop
tersebut sudah dibuka temanku di perpustakaan sekolah, tapi belum sempat aku membacanya.
Sungguh teramat sangat sangat
memalukan sekali, itulah kata yang sungguh teramat sangat sangat tepat sekali
untuk melukiskan apa yang telah dilakukan calon tersebut. Betapa tidak, tempat
yang katanya untuk “menimba” ilmu, tapi kok malah dijadikan tempat untuk
berkampanye dengan mengatasnamakan Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Blora lagi, mau di taruh di mana muka para penanda tangan surat tersebut.
Saya rasa ditaruh di peceren pun
masih terlalu terhormat.
Nama calon tersebut adalah Marpuji,
kalau puji saya bisa mengerti
artinya, tapi kalau mar- saya nggak
tahu. Tapi, menurut saya orang tua tidak akan memberikan nama yang artinya
buruk, katanya nama adalah do’a, jadi pasti artinya yang baik-baik. Namanya
Marpuji tapi kelakuannya sungguh teramat sangat sangat tidak terpuji sekali.
Dulu ketika “utusan” KPU datang
kesekolah untuk mengadakan sosialisasi pemilu, kepala SMK Muhammadiyah 1 Blora
pernah berkata:
“Sekolah itu
tempat menuntut ilmu bukan untuk kampanye, jadi tidak pantas kalau kampanye di
sekolah, dan SMK Muahammadiyah 1 Blora tidak memihak pada salah satu partai,
jadi bila ada salah satu partai yang melakukan kampanye silahkan laporkan pada
saya (kepala sekolah) dan akan kami tidak lanjuti.”
Begitulah kira kira yang ia ucapkan
di depan murid murid kelas tiga di mesjid, di rumah Tuhan, disaksikan para
setan, jin, dan iblis dicatat oleh para malaikat. Tapi kini, apakah semua itu
tinggallah obiter dictum semata, yang
telah di lupakannya begitu saja hingga secara tidak sadar ia telah “menjilat”
ludahnya sendiri. Itu berarti ia tidak lebih dari penjilat donk?
Saya sungguh teramat sangat sangat
kecewa sekali dengan apa yang telah terjadi di sekolah. Ketika di sekolah yang
telah hampir tiga tahun aku menuntut ilmu di sana, mulai kurasakan ada wind of change, ada sesuatu yang baru
ketika berada di bawah kepemimpinan anda, tapi semua itu tercoreng di mata saya,
semua itu tidak ada artinya. Mungkin sekolah yang anda pimpin telah menjadi
sekolah dengan siswa terbanyak di kabupaten Blora melebihi SMKN 1 Blora, tapi
camkan kata kata Napoleon Bonaparte ini: “Kejayaan
dan kehancuran jaraknya hanya sejengkal”, jadi mungkin apa yang telah
dibangun selama belasan tahun usia SMK Muhammadiyah 1 Blora, tetapi hanya
membutuhkan waktu 5 menit untuk menghancurkannya, ingat berapa jarak yang telah
ditempuh untuk mencapai semua ini?
Memang tidak semua memperoleh amplop
tersebut, tapi biar bagaimanapun keadaannya, amplop itu tetaplah ada sebagai
“kampanye terselubung” yang bisa menjadi barang bukti. Bapak kepala sekolah
hendaknya lebih mengawasi anak buahnya, memang kita tidak bias mengawasi 100%,
di sinilah pendidikan SDM memegang peranan penting, jangan hanya sarana dan
prasarana saja yang di tumbuh kembangkan. Saya harap bapak dapat menghukum
oknum tersebut tanpa terkecuali. Sudah semestinya pemimpin yang baik tidak
memiliki alasan atas kesalahan apa yang telah dibuatnya. Camkan itu.
Blora, 31 Maret 2009
02:34
02:34