Kamis, 05 Maret 2009

Sebuah Nama Sebuah Sejarah


Manusia setengah dewa, ya itulah salah satu judul lagu Iwan Fals yang menjadi kontroversi. Pun demikian halnya dengan Pramoedya Ananta Toer. Ia adalah manusia kontroversial yang menjadi maestro di bidangnya. Selain itu, menurut saya, ia lebih dari manusia kebanyakan, bahkan mungkin pantas disebut dewa. Tetapi Ia memliki kekurangan seperti halnya manusia kebanyakan pula dan ia tidak suka di dewa-dewakan. Lantas, aku harus meyebutnya apa? Apakah manusia setengah dewa? Seperti halnya lagu Iwan Fals. Dewa setengah manusia? Kebalikan dari yang sebelumnya atau mungkin aku hanya harus menyebutnya Pramoedya Ananta Toer? Nama yang selalu ia gunakan dalam menulis anak-anak rohaninya. Tapi bukan berarti Pramoedya Ananta Toer tidak memiliki nama lain yang ia gunakan sebagai nama penanya. Tercatat ia pernah menggunakan nama “P.A Toer”, “Pram A. Toer”, “Pramoedya A.T” (ketiganya merupakan nama yang disingkat dengan sistem Spanyol) atau mungkin ‘”Pr. A’Toer” (disingkat dengan sistem Irlandia). Menurut Oemi Saidah (yang merupakan ibu dari Pramoedya Ananta Toer) nama Pramoedya berasal dari kata Pra- yang berarti yang terutama atau yang paling pertama, sedang moedya berarti peperangan. Jadi nama Pramoedya berarti yang paling pertama dalam peperangan. Kata kedua adalah Ananta, yang dalam ensiklopedi Winkler Prins adalah nama ular sebagaimana mitos Hindu. Entah kebetulan, entah takdir (menurutku sama saja, tidak ada bedanya), Pram adalah salah seorang pengagum Antasena yang merupakan anak dari perkawinan antara Antaboga dengan ular. Kata ketiga adalah Toer, menurut Oemi Saidah Toer berasal dari kata Arab, nama sebuah gunung, kependekan dari Tursina. Trus kalo digabung kira-kira artinya apa donk?
BOT, back to topic (cie ileh pake bahasa Inggris), maksudnya kembali ke topik, buatku Pram adalah sosok luar biasa, tidak hanya “anak-anak rohaninya”, tetapi juga ia sendiri sebagai sedewa pribadi, eh maksudnya seorang pribadi. Ia adalah seorang pembela,  pemberontak, pelawan, dan penentang ketidakadilan itulah sebabnya aku memberikan julukan manusia setengah dewa padanya. Julukan ini tentu saja untuk menunjukkan rasa kekagumanku terhadap dirinya, terhadap apa yang telah ia lakukan untuk tanah airnya. Sebagai contoh di era kepemerintahan Gus Dur misalnya, setidaknya aku mencatat ada dua hal yang mungkin saja terpengaruh oleh “anak rohani” Pram atau akibat sejarah Pram itu sendiri. Yang pertama adalah dengan dibuatnya Departemen Kelautan dan Perikanan, menurut saya, Gus Dur membuat departemen ini karena terpengaruh oleh “anak rohani” Pram yang bernama Arus Balik. Biarpun saya belum membacanya, tapi dari sinopsis, dapat saya ambil kesimpulan: buku ini menceritakan tentang pentingnya laut bagi Indonesia, apalagi Indonesia kan negara maritim, masa pusat kekuatannya di darat, apa nggak khayal? Yang kedua adalah dengan adanya kebebasan pers, mungkin karena “anak-anak rohani”-nya Pram selalu dilarang makanya Gus Dur membuat peraturan ini.
Di masa presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) malah lebih nyentrik. Coba pikir dan bayangkan, masa orang yang sebelumnya tidak pernah tercatat di buku pelajaran sekolah (yang selama ini saya baca tentunya) sebagai pahlawan nasional. Kok bisa diberi penghormatan sebagai pahlawan nasional, apa nggak lebih khayal? Siapa lagi orangnya yang melakukan itu semua kalau bukan Pramoedya Ananta Toer tentunya. Ya itulah Pramoedya Ananta Toer, banyak orang yang menjadi musuhnya tapi tidak sedikit pula yang memberi penghormatan kepadanya di saat Ia “pulang kampung”, termasuk lawan-lawannya. Kini Ia telah pulang, kembali ke pangkuan ibunda tercinta, selamat tinggal, mungkin kau telah pergi tapi semangatmu telah merasuk ke dalam hati dan sanubariku. Good Bye Pram.

Blora 22 Februari 2009
20:23
Kubuat untuk mengingat pengaruh pengaruh yang telah Pram ciptakan terhadap pemerintah yang ia tentang selama hidupnya