Mulai tanggal 4 Januari 2009, pemerintah
DKI Jakarta memajukan jam masuk sekolah yang sebelumnya pukul 07.00 menjadi
pukul 06.30. Menurut pemerintah DKI Jakarta hal ini dimaksudkan untuk mengurai
kemacetan yang ada di Jakarta. Mengapa siswa sekolah yang menjadi “kelinci
percobaan”. Karena siswa sekolah Menyumbang 14% kemacetan di Jakarta.
Rencananya setelah siswa sekolah ke depannya pemerintah DKI Jakarta akan
mengatur jam masuk karyawan sesuai dengan daerah kerjanya. Lagi-lagi dengan
alasan untuk mengurai kemacetan di DKI Jakarta. Mengenai kebijakan ini
masyarakat ada yang pro tapi banyak yang kontra. Yang pro beralasan siswa
semakin segar, siswa dapat melaksanakan shalat subuh, jalanan agak mulai lancar
dll. Yang kontra mengatakan masih ngantuk, sehingga tidak bisa bisa
konsentrasi, tetap macet karena hanya memajukan jam macet, dsb. Untuk pendapat
yang satu ini saya sangat setuju karena memang benar jam macet hanya dimajukan
yang tadinya antara pukul 06.30 – 07.00 menjadi pukul 06.00 – 06.30. Selain itu
siswa dan para orang tua pun harus bangun lebih pagi, hal ini tentu akan
berpengaruh pada pola tidur seseorang. Kalau pun tidur lebih awal ini tentu
akan mempengaruhi kegiatan sebelum tidur orang tersebut. Lalu bagaimana dengan
yang tidur seperti biasanya, tentu mereka akan kurang tidur dan mengakibatkan
mereka sulit berkonsentrasi pada waktu jam pelajaran berlangsung. Bukankah
pemerintah sedang meningkatkan standar kelulusan untuk membuat siswa giat
belajar sehngga mereka menjadi lebih pintar dan SDM kita dapat bersaing dengan
SDM di luar negeri. Bagaimana kita bisa belajar lebih giat? Sementara waktu
kegiatan kita sebelum tidur dikurangi supaya esoknya kita bisa bangun lebih
awal. Lantas untuk apa kita belajar giat dan menjadi pintar kalau hanya untuk
membodohi orang yang tidak mengerti? Tentu semua kepintaran yang kita miliki
itu tidak ada artinya sama sekali.
Kembali ke topik, sebenarnya pemerintah
memiliki banyak cara untuk mengatasi kemacetan yang ada di Jakarta. Menurut
bapak saya, pemerintah seharusnya membuat jalan underground seperti di luar negeri. Pendapat ini ada benarnya
mengingat ketidakseimbangan antara jumlah mobil dengan jumlah jalan yang ada di
Jakarta. Hal ini diperparah lagi dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor
yang tidak seimbang dengan pertambahan luas jalan yang ada di Jakarta. Dengan
dibuatnya underground pemerintah DKI
Jakarta tidak perlu membayar pembebasan lahan yang ada di Jakarta, tidak perlu
merombak apa yang sudah ada dll.
Saya pernah berpikir untuk mengatasi
kemacetan yang ada di DKI Jakarta, pemerintah seharusnya mengatur jam masuk,
tapi bukan dimajukan tetapi dimundurkan dan bukan pula siswa yang pertama
menjadi “kelinci percobaan” melainkan para orang tua mereka yang bekerja pada
suatu perusahaan, instansi, perdagangan dll. Tapi belakangan saya kurang
setuju, sekarang saya berpikir, kenapa tidak kita “hilangkan” saja sumber
kemacetan tersebut? Yang membuat macet Jakarta kan kendaraan pribadi, mengapa
tidak kita larang saja kendaraan pribadi beroperasi pada jam sibuk. Kalau orang
kesulitan menuju ke kantor kita sediakan saja mobil kantor yang tugasnya
mengantar jemput karyawannya. Selain itu pemerintah seharusnya juga menambah
jumlah rute busway sehingga masyarakat tidak kesulitan menuju ke kantor. Jika
masyarakat mengeluh biaya transportasi mahal, mengapa tidak kita berikan saja
subsidi kepada para supir bus yang ada, yang biayanya diambil dari kenaikan
harga yang dibebankan kepada pengguna kendaraan pribadi. Dengan begitu tentu para
pengguna kendaraan pribadi akan berpikir dua kali jika mereka ingin menggunakan
kendaraan mereka.
Tapi itu semua terserah pada pemerintah
DKI Jakarta, tulisan ini kan hanya uneg –
uneg dalam pikiran saya, yang meminta ingin dikeluarkan. Dan ini pun hanya
pendapat saya semoga saja berguna bagi pemerintah DKI Jakarta Amin.
Blora, 11 Januari 2009
20:41
Kubuat setelah melihat wawancara dengan
Gubernur DKI Jakarta di salah satu stasiun televisi swasta nasional.