Peringatan puncak acara 1000 hari
meninggalnya Pramoedya Ananta Toer yang diberi judul "1000 Wajah Pram
Dalam Kata Dan Sketsa" yang digelar pada tanggal 1-7 Februari 2009
berlangsung ramai. Acara tersebut ditutup dengan pagelaran wayang kulit yang di
dalangi oleh Tristuti Rahmadi dengan lakon Begawan Ciptaning. Sebelum wayang
dipentaskan diadakan peluncuran buku 1000
Wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa oleh lebih kurang 65 penulis terbitan
Lentera Dipantara yang diwakilkan oleh Astutik Ananta Toer dan sebuah buku yang
berjudul Bersama Mas Pram karya
Koesalah Soebagyo Toer dan Soesilo Toer (yang merupakan adik ke 5 dan adik ke 6
dari Pramoedya Ananta Toer) terbitan KPG yang diwakili oleh Chandra Gautama.
Setelah peluncuran buku secara simbolik tersebut, diadakan penyerahan buku
kepada para teman-teman Pram seperti Djoko Pekik (yang juga menyumbangkan
sebuah lukisan), Soelistyo (teman Pram sewaktu kecil), selain itu juga
diberikan kepada para tokoh kota Blora ataupun orang yang dianggap berjasa
terhadap kota Blora di antaranya adalah Bupati Blora Yudhi Sancoyo, Romo Kurdo,
Gatot Pranoto pimpinan museum Mahameru, Eko Arifianto (koordinator acara 1000
wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa) dll.
Dalam acara yang dimeriahkan oleh
kurang lebih 50 komunitas dari berbagai daerah tersebut dipamerkan berbagai
macam lukisan. Ada karya-karya siswa SD Jetis 2 Blora, SMAN 1 Blora, SDN
Tempelan dan para seniman lainnya dari luar daerah. Di samping itu, diadakan
juga diskusi antar komunitas, pemutaran film, festival musik, pentas karawitan
dll. Namun sayangnya dalam acara yang tak dihadiri oleh bupati Blora tersebut,
drama yang sedianya akan dimainkan oleh kawan-kawan dari SMAN 1 Randublatung
tidak jadi dilaksanakan, dengan alasan diancam oleh diknas setempat. Mereka
diancam tidak akan lulus ujian jika mereka nekad mementaskan drama tersebut.
Saya sungguh sangat kecewa mendensgar hal itu. Coba bayangkan, hanya untuk
memeriahkan 1000 hari meninggalnya orang yang telah berjasa terhadap Blora saja
dilarang, padahal bupati pun mengirimkan utusannya sebagai perwakilan untuk
menghormati Pramoedya Ananta Toer atas jasa-jasanya. Jadi, apakah sekarang
sudah berani “melawan” bupati? Bahkan mungkin presiden? Apalagi di jaman
seperti sekarang ini kok masih ada yang namanya pelarangan? Sungguh, sungguh
kecewa saya terhadap Diknas setempat yang telang melarang kawan-kawan tersebut.
Blora, 10 Februari 2009
00:56
00:56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar