Selasa, 10 Februari 2009

1000 Hari Meninggalnya Pram Dalam Kata Dan Sketsa


Peringatan puncak acara 1000 hari meninggalnya Pramoedya Ananta Toer yang diberi judul "1000 Wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa" yang digelar pada tanggal 1-7 Februari 2009 berlangsung ramai. Acara tersebut ditutup dengan pagelaran wayang kulit yang di dalangi oleh Tristuti Rahmadi dengan lakon Begawan Ciptaning. Sebelum wayang dipentaskan diadakan peluncuran buku 1000 Wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa oleh lebih kurang 65 penulis terbitan Lentera Dipantara yang diwakilkan oleh Astutik Ananta Toer dan sebuah buku yang berjudul Bersama Mas Pram karya Koesalah Soebagyo Toer dan Soesilo Toer (yang merupakan adik ke 5 dan adik ke 6 dari Pramoedya Ananta Toer) terbitan KPG yang diwakili oleh Chandra Gautama. Setelah peluncuran buku secara simbolik tersebut, diadakan penyerahan buku kepada para teman-teman Pram seperti Djoko Pekik (yang juga menyumbangkan sebuah lukisan), Soelistyo (teman Pram sewaktu kecil), selain itu juga diberikan kepada para tokoh kota Blora ataupun orang yang dianggap berjasa terhadap kota Blora di antaranya adalah Bupati Blora Yudhi Sancoyo, Romo Kurdo, Gatot Pranoto pimpinan museum Mahameru, Eko Arifianto (koordinator acara 1000 wajah Pram Dalam Kata Dan Sketsa) dll.
Dalam acara yang dimeriahkan oleh kurang lebih 50 komunitas dari berbagai daerah tersebut dipamerkan berbagai macam lukisan. Ada karya-karya siswa SD Jetis 2 Blora, SMAN 1 Blora, SDN Tempelan dan para seniman lainnya dari luar daerah. Di samping itu, diadakan juga diskusi antar komunitas, pemutaran film, festival musik, pentas karawitan dll. Namun sayangnya dalam acara yang tak dihadiri oleh bupati Blora tersebut, drama yang sedianya akan dimainkan oleh kawan-kawan dari SMAN 1 Randublatung tidak jadi dilaksanakan, dengan alasan diancam oleh diknas setempat. Mereka diancam tidak akan lulus ujian jika mereka nekad mementaskan drama tersebut. Saya sungguh sangat kecewa mendensgar hal itu. Coba bayangkan, hanya untuk memeriahkan 1000 hari meninggalnya orang yang telah berjasa terhadap Blora saja dilarang, padahal bupati pun mengirimkan utusannya sebagai perwakilan untuk menghormati Pramoedya Ananta Toer atas jasa-jasanya. Jadi, apakah sekarang sudah berani “melawan” bupati? Bahkan mungkin presiden? Apalagi di jaman seperti sekarang ini kok masih ada yang namanya pelarangan? Sungguh, sungguh kecewa saya terhadap Diknas setempat yang telang melarang kawan-kawan tersebut. 


Blora, 10 Februari 2009
00:56


Tidak ada komentar:

Posting Komentar